March 01, 2004

Ekor Burung Walet dan Pelana Kuda
Arsitektur gaya Tionghoa bisa dilihat dari atap bangunannya. Atap gaya ekor walet ditandai dengan ujung atap yang melengkung keatas menyerupai ekor burung walet, kebalikannya adalah gaya pelana kuda. Gaya ekor burung walet menandakan status pemiliknya, hanya keluarga bangsawan, pajabat atau saudagar saja yang boleh memiliki rumah beratap tersebut. Ekor walet juga bisa dikatakan sebagai rumah induk atau rumah utama dan dikelilingi rumah pelana kuda, jadi bentuknya seperti huruf U terbalik. Rumah pelana kuda biasanya dihuni oleh anggota keluarga yang belum menikah. Setelah menikah mereka baru boleh tinggal di rumah induk. Khusus untuk anak perempuan yang belum menikah, mereka biasanya tinggal di lantai dua. Dipingit.

Rumah Keluarga Souw
Banyak sekali gedung tua berarsitektur Tionghoa kuno dihancurkan demi kepentingan bisnis. Salah satu yang sedikit dan mungkin satu-satunya yang masih utuh, masih hak milik, dan masih ditinggali adalah rumah keluarga Souw di Patekoan (jl. Perniagaan). Sudah sembilan turunan rumah tersebut ditinggali keluarga Souw.

Sedikit oleh-oleh dari Plesiran Tempo Doeloe Kampong Tjina, terima kasih kepada bapak David Kwa –pengamat budaya Tionghoa di Indonesia, tinggal di Jakarta— yang telah membagi pengetahuan dengan kami. Juga bapak Arifin dari Kelenteng Hong San Bio (Toa Sai Bio) yang dengan senang hati menjelaskan 18 dewa yang ada di ‘Kelenteng Duta Besar’, Budha selatan dan utara, ‘sekolah minggu’ Budha, dan banyak lagi lainnya.

Selain sebagai tempat sembahyang, tempat perayaan Imlek, Cap Go Meh dll, Kelenteng bisa dijadiin tempat pernikahan juga gak yah?

0 Comments:

Post a Comment

<< Home